http://http://i917.photobucket.com/albums/ad14/dionsius_photos/AGROMANIA.gif

Jumat, 06 November 2009

Ujian Akhir Nasional




JAKARTA--Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) M Nuh, belum lama ini melontarkan wacana untuk menggunakan nilai ujian akhir nasional (UAN) SMA/SMK sebagai alat seleksi masuk perguruan tinggi. Namun, Ketua Komite III Bidang Pendidikan, Agama, dan Kesra DPD RI, Sulistiyo, meminta Mendiknas mempelajari dahulu bagaimana pelaksaan UAN selama ini.

''Mendiknas sebaiknya mendengarkan penyelenggaraan UAN dari berbagai pihak yang obyektif. Di beberapa tempat kecurangan penyelenggaraan UAN sangat memprihatinkan. Artinya, nilai UAN sama sekali tidak menggambarkan kemampuan sebagian peserta didik yang mengalami kecurangan itu,'' ujar Sulistiyo kepada Republika, Selasa (3/11).

Jika Mendiknas bermaksud memanfaatkan nilai UAN untuk kepentingan itu, kata Sulistiyo, maka tentu ada beban yang sangat tinggi untuk UAN yang akan datang sehingga tingkat stress berbagai pihak akan meningkat. Saat ini, lanjut dia, UAN yang semestinya hanya sebagai salah satu penentu kelulusan, tapi praktiknya menjadi penentu utama kelulusan. ''Bahkan hasil UAN sering menjadi lambang prestise sekolah atau daerah, bahkan pejabat tertentu,'' cetusnya.

Sulistiyo menambahkan, menjelang UAN banyak pihak yang stress, bukan hanya siswa tapi juga orang tua, guru, kepala sekolah, kepala dinas pendidikan, dan sebagainya. Ada beberapa kasus dan juga kegiatan tim sukses UAN yang sempat terdeteksi. ''Saya menduga banyak yang masih tersembunyi di dalam pelaksanaan UAN itu,'' jelasnya.

Ketua Umum PGRI ini menambahkan, ada temuan, jadwal pelajaran sering diubah dengan mengutamakan jadwal mata pelajaran UAN. Siswa dilatih dalam frekuensi yang sangat tinggi sehingga pendidikan, terkesan diubah jadi pengajaran, pengajaran diubah jadi soal-soal, dan itu hanya menekankan aspek pengetahuan atau ingatan. ''Pendidikan nilai dan karakter sekarang sangat diabaikan,'' keluhnya.

Temuan lain, ujar Sulistiyo, misalnya, ada pihak yang berusaha membocorkan atau membuka soal sebelum pelaksanaan ujian, terus soal dijawab, dan selanjutnnya dibocorkan kepada siswa. ''Ini pelecehan pendidikan sehingga siswa di sekolah tertentu, semakin tak mau belajar toh akan diberi bocoran jawaban,'' jelasnya.

Yang sangat dikhawatirkan, kata Sulistiyo, adalah nilai hasil UAN yang dimanipulasi sehingga target kelulusan sekolah tertentu tercapai. Temuan ini tentu membutuhkan pembuktian serius karena memang sangat sulit dibuktikan. ''Kecuali dari kepala sekolah dan guru mau menyampaikan secara jujur dan apa adanya,'' tegasnya.

Menurut Sulistiyo, persoalan penyelenggaraan UAN yang lalu sangat serius untuk diperbaiki. Mendiknas, harap dia, jangan tergesa-gesa menambah beban manfaat nilai UAN sebelum memperbaiki pelaksanaannya. ''Bahkan jika tak ada perbaikan, sebaiknya UAN ditinjau kembali pelaksanaannya,'' ingatnya.

Ujian masuk perguruan tinggi, kata Sulistiyo, semestinya diutamakan yang mempunyai kemampuan prediktif terhadap potensi siswa. Potensi siswa di Indonesia, lanjut dia, sering sekali tidak dihargai. ''Semoga Mendiknas yang baru mampu menyelesaikan berbagai persoalan pendidikan secara komprehensif, tak tambal sulam, dan mengutamakan ideologi pendidikan,'' tandasnya. eye

0 Comment: